
BANDUNG, KALIMANTAN NEWS – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat (Jabar) berhasil mengungkap praktik pengoplosan dan pendistribusian beras tidak sesuai standar mutu yang tersebar di Majalengka, Kabupaten Bandung, dan Bogor sepanjang Juli 2025.
Pengungkapan beras oplosan ini dilakukan setelah penyelidikan intensif dan penelusuran terhadap aktivitas repacking beras.
Dari pengungkapan ini, polisi menetapkan enam orang sebagai tersangka.
Para pelaku diketahui melakukan pengemasan ulang beras kualitas medium ke dalam kemasan premium, demi meraup keuntungan besar.
“Pelaku menjual beras kualitas medium dengan harga premium. Mereka juga mencampurkan beras jenis lain dan mencantumkan label tidak sesuai isi, termasuk beras pandan wangi yang ternyata bukan berisi beras tersebut,” ujar Direktur Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Pol Wirdhanto Hadicaksono, saat konferensi pers di Mapolda Jabar, Rabu (6/8/2025).
Modus pelaku terbilang rapi. Mereka membeli gabah seharga Rp7.000 per kilogram, lalu mengolahnya menjadi beras medium yang dikemas ulang sebagai premium dan dijual seharga Rp14.400/kg.
Bahkan ada yang membeli beras medium seharga Rp13.200/kg dan menjualnya kembali Rp14.000/kg.
Di Majalengka, pelaku berinisial AP menjual beras merek Si Putih dalam kemasan 25 kg, namun isinya tidak memenuhi standar mutu premium. Aksi ini telah berlangsung selama empat tahun, dengan produksi 36 ton dan keuntungan sekitar Rp468 juta.
Kasus serupa ditemukan di Kabupaten Bandung, di mana polisi mengidentifikasi delapan merek beras tak sesuai standar mutu.
Usaha pelaku di wilayah ini sudah berjalan lima tahun, dengan produksi mencapai 770 ton dan omzet sekitar Rp7 miliar.
Sementara di Kabupaten Bogor, praktik repacking juga terjadi.
Tersangka diduga menggunakan stok beras medium milik Bulog untuk dijual kembali sebagai beras premium.
“Pelaku sudah beroperasi sejak 2021 dan mengantongi omzet sekitar Rp1,4 miliar,” ungkap Wirdhanto.
Polda Jabar juga mengungkap pemalsuan beras berlabel Pandan Wangi Cianjur yang sebenarnya berisi beras jenis Cintanur.
Modus ini telah dijalankan selama empat tahun, dengan produksi mencapai 192 ton dan keuntungan sekitar Rp2,9 miliar.
Hasil uji laboratorium dari 12 sampel menunjukkan adanya campuran beras kepala, butir patah, dan menir.
Ini memperkuat indikasi bahwa produk-produk tersebut tidak sesuai label di kemasannya.
Para tersangka dijerat dengan tindak pidana perlindungan konsumen dan pelanggaran Undang-Undang Pangan, dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menegaskan bahwa seluruh produk beras oplosan dan tidak sesuai mutu akan segera ditarik dari peredaran demi melindungi konsumen.(mpri/zr/KN)