Sidang Pembelaan Kasus Suap dan Gratifikasi PUPR Kalsel: Dua Terdakwa Minta Bebas, Dua Lainnya Ajukan Keringanan

Suasana sidang lanjutan kasus dugaan suap dan gratifikasi Dinas PUPRP Kalsel dengan agenda pembelaan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.(sat)

BANJARMASIN, KALIMANTAN NEWS — Empat terdakwa dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Kalimantan Selatan (PUPRP Kalsel) menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Rabu (25/6/2025).

Dua terdakwa, H. Akhmad dan Agustya Febri meminta dibebaskan dari seluruh dakwaan. Keduanya berdalih tidak terlibat dalam praktik suap atau gratifikasi seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut tim kuasa hukum, baik H. Akhmad maupun Agustya Febri tidak memiliki jabatan yang berkaitan langsung dengan proyek maupun kegiatan pengadaan, dan hanya berperan sebagai pihak penerima titipan dana.

“Terdakwa H. Akhmad yang merupakan pengurus pondok pesantren, tidak tahu menahu tentang uang yang dititipkan di pondok pesantren tempat ia beraktivitas,” ujar Dr. HM Sabri Noor Herman, SH, MH, selaku penasihat hukum.

Senada dengan itu, Dr. Zulhadi Safitri Noor, SH, MH, kuasa hukum Agustya Febri menyatakan bahwa kliennya tidak memiliki hubungan dengan jabatan atau kewenangan proyek.

“Klien kami Agustya Febri hanya menerima titipan uang saja dan tidak ada hubungannya dengan jabatan. Kalau dijerat pasal turut serta (Pasal 55) itu tidak benar,” tegas Zulhadi.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, kedua terdakwa memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan mereka dari seluruh dakwaan dan tuntutan hukum.

Dua Terdakwa Lain Minta Keringanan

Sementara itu, dua terdakwa lainnya, Akhmad Solhan dan Yulianti Erlynah menyampaikan permintaan keringanan hukuman.

Keduanya mengakui kesalahan dan menyampaikan permohonan maaf serta penyesalan di hadapan majelis hakim.

Tangis haru pecah saat Yulianti Erlynah membacakan pledoi secara langsung di ruang sidang.

“Saya mengaku bersalah dan sangat menyesal atas kekhilafan dan keteledoran saya. Saya hanya menjalankan arahan dari atasan saya,” ucap Yulianti sambil terbata.

Ia menjelaskan bahwa sebagai bawahan, dirinya tidak memiliki kuasa untuk menolak perintah atasan.

Penerimaan uang tersebut, katanya, telah menjadi kebiasaan lama dan tidak pernah dikoreksi oleh pihak Pemerintah Provinsi maupun Inspektorat.

“Tuntutan KPK sangat berat. Penjara 4 tahun 6 bulan sungguh sangat panjang dan lama. Begitu juga denda sangat besar. Kami tak akan mampu membayar. Mohon dipertimbangkan, saya tak menikmati uang tersebut,” ungkapnya penuh harap.

Penasihat hukum Akhmad Solhan, Muhammad Lutfi Hakim, menyampaikan bahwa kliennya mengakui perbuatannya, namun meminta agar majelis hakim mempertimbangkan bahwa tidak ada unsur kesengajaan atau niat jahat (mensrea) dalam tindakan tersebut.

“Kami tidak meminta bebas dalam pembelaan, hanya memohon keringanan. Kami meminta agar majelis hakim memutus seadil-adilnya. Tuntutan 4 tahun penjara tanpa denda Rp 1 miliar,” katanya.

Terkait uang pengganti sebesar Rp 16 miliar yang dituntut jaksa, pihak penasihat hukum menyanggah relevansinya dan meminta pengurangan menjadi Rp 309 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurutnya, uang tersebut bukan untuk kepentingan pribadi Solhan, melainkan telah disalurkan ke berbagai pihak, termasuk rekanan dan kegiatan keagamaan.

“Angka Rp 16 miliar tuntutan jaksa tidak relevan. Uang tersebut tidak digunakan untuk pribadi oleh Solhan, dan tidak ada uang yang disita di rumahnya,” pungkas Lutfi.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin dijadwalkan akan membacakan putusan dalam waktu dekat, setelah seluruh agenda persidangan rampung.(sat/KN)

Suap dan Gratifikasi-Suap dan Gratifikasi-Suap dan Gratifikasi-Suap dan Gratifikasi

 

Baca Juga
Promo
Kami mendeteksi Adblocker di perangkatmu

Iklan Membantu kami untuk meningkatkan kualitas jurnalisme. matikan adsblock untuk mendukung kami

Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Paham!