Suka Nimbrung Masalah Orang: Dampak Psikologis, Sosial dan 3 Cara Memposisikan Diri

KALIMANTAN NEWS – Dalam interaksi sosial, sering kita temui individu yang gemar terlibat dalam masalah orang lain tanpa tujuan membantu, melainkan sekadar “ikut ramai” atau bahkan memanaskan suasana.

Fenomena ini, dalam psikologi sosial, dapat dikaitkan dengan social contagion penularan emosi dan perilaku dalam kelompok serta schadenfreude, yaitu rasa puas atau senang melihat kesulitan orang lain.

Motivasi di balik perilaku ini beragam.

Beberapa orang terdorong oleh FOMO (Fear of Missing Out),kecemasan akan tertinggal informasi atau gosip terbaru.

Sementara yang lain terdorong oleh social bonding, di mana keterlibatan dalam drama sosial dianggap mempererat hubungan dengan kelompok.

Namun, jika keterlibatan ini justru memperkeruh keadaan, perilaku tersebut dapat memperburuk konflik, meningkatkan stres pihak yang terlibat, dan menurunkan kualitas hubungan sosial secara keseluruhan.

Dampak Psikologis dan Sosial

Bagi korban, menambah tekanan mental, memperparah luka emosional, dan menghambat proses penyelesaian masalah.

Bagi pelaku, membentuk pola komunikasi negatif, menurunkan empati, dan dalam jangka panjang bisa merusak reputasi sosial.

Bagi lingkungan, menciptakan iklim sosial yang penuh kecurigaan dan ketegangan.

Yang Seharusnya Dilakukan

Psikologi merekomendasikan pendekatan berempati dan self-awareness. Sebelum terlibat dalam masalah orang lain, penting untuk bertanya pada diri sendiri:

  1. Apakah keterlibatan saya membawa solusi atau hanya menambah masalah?
  2. Apakah saya memahami perasaan pihak yang bersangkutan, atau sekadar bereaksi pada drama?
  3.  Apakah informasi yang saya sebarkan benar, dan apakah saya punya hak untuk membagikannya?

Sebagai alternatif, seseorang bisa mengarahkan energinya untuk mendukung secara konstruktif.

Misalnya dengan mendengarkan secara aktif, menjaga kerahasiaan, atau memberi ruang bagi pihak yang bersangkutan untuk menyelesaikan masalahnya.

Menurut Dr. Susan Krauss Whitbourne (University of Massachusetts), perilaku prososial seperti ini lebih membangun trust dan koneksi jangka panjang dibanding keterlibatan yang bersifat provokatif.

Dengan mengedepankan kesadaran diri, empati dan tanggung jawab sosial, individu dapat menghindari jebakan menjadi “pemanas suasana” dan justru berperan sebagai pendingin konflik yang menyehatkan lingkungan sosial.(*/KN)

Baca Juga