
Menurutnya, penggunaan Cantrang menjadi salah satu keluhan utama dari para nelayan tradisional.
“Pengungkapan Destructive Fishing ini merupakan jawaban bagi nelayan lokal, dimana hal ini selalu dikeluhkan mereka, kami sangat mengapresiasi pengungkapan ini,” paparnya.
Dalam kasus ini, tersangka dijerat dengan Pasal 85 Jo Pasal 9 UU RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Ancaman hukuman maksimal adalah lima tahun penjara dan denda hingga Rp 2 miliar.
Berkat intensitas pengungkapan kasus destructive fishing, Ditpolairud Polda Kalsel kini menduduki peringkat pertama dalam kegiatan penegakan hukum (Gakkum) bidang perikanan.
Total, mereka telah mengungkap 15 kasus. Di bawahnya, Polda Kalimantan Timur menempati posisi kedua, disusul oleh Polda Kepulauan Bangka Belitung di peringkat ketiga.(sat/KN) Saluran Whatsapp
Editor: Ipik G