
BANJAR, KALIMANTAN NEWS – Ambulans melaju kencang menerobos malam, kode merah, sirene darurat melengking nyaring.
Kendaraan itu meraung kencang menembus kepadatan, tanda ada nyawa yang tengah di ujung waktu.
Di balik kemudi, Rifki menggenggam erat setir. Pedal gas acap kali ditekan tarik ulur waktu.
Matanya lurus menatap jalan, hatinya hanya punya satu tujuan: menyelamatkan satu nyawa.
“Ibu ini dalam kondisi darurat, saya mesti sampai secepatnya ke rumah sakit,” pikirnya saat itu.
Tahun 2023 menjadi catatan kelam bagi pemuda bernama lengkap Gusti Muhammad Rifki.
Bagi Rifki, menjalankan tugas mulia tak seindah seperti yang di tonton di layar-layar kaca.
Pemuda yang kini berusia 25 tahun itu mencoba mengingat ulang peristiwa yang begitu membekas, saat menjalani tugas sebagai relawan ambulans Emergency Rescue Citra (ERC 02).
Sore menjelang malam, panggilan darurat datang dari wilayah Guntung Paikat. Seorang wanita paruh baya dalam kondisi kritis.
Rifki dan rekan-rekannya tak membuang waktu. Mesin dinyalakan, sirene diaktifkan, dan perjalanan pun dimulai.
Namun tak semua berjalan lancar. Saat melintasi simpang empat Sekumpul, kendaraan mereka tersendat kemacetan. Di tengah kepanikan, masalah baru muncul.
“Akses di lampu merah Sekumpul macet, karena kebetulan ada acara di malam Senin. Ternyata setelah melintas simpang empat Sekumpul kami kehabisan oksigen dan pasien dinyatakan hilang (meninggal dunia),” ujar Rifki mengenang.
“Kami menyetel oksigen di angka dua liter, karena kami belum sempat mengisi, karena menurut kami dan kawan-kawan itu masih cukup,” bebernya.
Tangannya masih menggenggam setir, tapi pikirannya kosong.
Sirene darurat berganti menjadi sirene panjang. Hati Rifki remuk di sisa perjalanan menuju RSUD Ratu Zalecha.
“Satu sisi pihak keluarga berharap lebih ke saya, tapi saya merasa belum mampu memberikan yang terbaik, kenangannya pahit bagi saya,” ucapnya lirih.
Rifki sudah mengabdi sejak masa SMK. Banyak kisah sudah ia temui selama bertugas, namun malam itulah yang paling membekas.
Sejak kejadian tersebut, ia memilih vakum dari tugas driver ambulans hingga akhir 2023.
“Sulit melupakan kejadian itu,” katanya jujur.
Ia mengenang, saat itu pasien butuh pertolongan merupakan penderita penyakit jantung yang juga rutin menjalani cuci darah.
Meski demikian, keluarganya mencoba memberi penghiburan.
“Keluarga saat itu bilang sudah tidak papa kamu tidak salah, mungkin sudah takdirnya,” ungkapnya.
Ucapan itu menjadi pelipur lara baginya, sekaligus pengingat untuk terus berjalan di jalan kemanusiaan.
“Jangan lelah berbuat baik untuk membantu orang yang membutuhkan dalam kondisi apa pun, tetap usahakan yang terbaik,” sampai Rifki.(zr/KN)
Editor: Ipik G
Iklan Membantu kami untuk meningkatkan kualitas jurnalisme. matikan adsblock untuk mendukung kami
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Paham!