
Mengenakan topi, ia berdiri menuntut keadilan sambil membentangkan spanduk bertuliskan “Hukum Mati Jumran” seorang oknum TNI AL yang diduga tega menghabisi nyawa Juwita, yang tak lain merupakan kakak kandungnya.
Rajasa yang merupakan adik bungsu dari almarhumah itu sepintas mengingat kenangannya bersama mendiang kakak semasa hidup yang kerap menghabiskan waktu bersama keluarga.
“Kami sering jalan-jalan sambil makan bersama,” ujar remaja yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama ini.
Ia begitu mengenal kakak perempuannya tersebut sebagai seorang pribadi yang baik dan penyayang kepada keluarga, termasuk kepada para keponakannya.
“Dia sangat sayang dengan adik dan keponakan, ia sering pulang membawakan kami makanan,” ungkapnya.
Kehilangan salah satu sosok kakak secepat ini di dalam hidupnya tak pernah terbayangkan oleh Rajasa.
Bahkan saat pertama kali kabar sampai ke telinganya bahwa Juwita mengalami kecelakaan, ia masih berharap kakak perempuan satu-satunya itu hanya perlu mendapatkan perawatan medis, tak sampai kehilangan nyawa.
“Saya kira cuman kecelakaan dan orangnya masih hidup karena sempat dibawa ke rumah sakit, tapi ternyata meninggal di tempat,” ucapnya dengan sendu.
Semenjak dikebumikannya Juwita pada 23 Maret lalu Rajasa mengaku rindu, ia selalu memanjatkan doa terbaik untuk sang kakak.
Bukan hanya dirinya, kedua orang tua mereka pun tak ketinggalan melakukan hal serupa.
Hingga hampir dua pekan sepeninggalan Juwita, kedua orang tua mereka juga tak pernah absen mengunjungi makam putri sematawayangnya itu.
“Tiap pagi mama dan papa selalu berziarah, terkadang mereka berdua tiba-tiba menangis sendiri kalau berbicara tentang kakak sampai tak sanggup melihat foto-foto dan pakaian peninggalannya,” tuturnya.
Juwita sendiri merupakan jurnalis perempuan yang bekerja di media online untuk wilayah Banjarbaru dan Martapura.
Ia ditemukan terkapar di pinggir jalan di kawasan Gunung Kupang pada 22 Maret lalu dalam keadaan sudah tak bernyawa.
Setelah dilakukan pendalaman ternyata korban tewas bukan karena kecelakaan tunggal, melainkan diduga dihabisi oleh Jumran, seorang TNI AL yang bertugas di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Aksi solidaritas untuk Juwita terus mengalir, terutama dari organisasi pers dan mahasiswa Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjari tempat Juwita berkuliah yang mendesak hukuman berat bagi oknum yang telah menghabisi Juwita.
Hingga berita ini diterbitkan, belum terungkap hasil penyelidikan yang menjelaskan apa yang menjadi motif penghilangan nyawa korban.(z/KN)
Iklan Membantu kami untuk meningkatkan kualitas jurnalisme. matikan adsblock untuk mendukung kami
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Paham!