
Banjarmasin, kalimantannews19.com
Sidang lanjutan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyeret dua tersangka Andi Susanto dan Sugeng Wahyudi, kembali digelar di PN Tipikor Banjarmasin, Senin (6/1/2025).
Sidang dengan agenda tanggapan atas eksepsi terdakwa itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meminta agar eksepsi dua terdakwa ditolak oleh Majelis Hakim yang dipimpin Cahyono Riza Adrianto, beranggotakan Indra Mainanta dan Arif Winarno.
JPU KPK, Meyer Volmar Simanjuntak memohon kepada majelis hakim menolak seluruh eksepsi yang diajukan penasihat terdakwa.
Pertimbangan utama mengapa eksepsi itu mesti ditolak majelis hakim, lantaran apa yang disampaikan terdakwa melalui penasihat hukumnya itu sudah masuk ke dalam pembuktian perkara.
“Hal tersebut belum bisa dinilai sebelum proses pembuktian perkara dan pemeriksaan alat bukti di persidangan dilakukan,” kata Mayer Volmer.
Menurutnya, eksepsi yang diajukan belum memenuhi ketentuan Pasal 156 KUHAP, Karena belum masuk dalam Pasal 156 KUHAP.
“Maka kami memohon agar seluruh eksepsi tersebut ditolak,” pintanya.
Mayer juga menyebutkan bahwa argumentasi penasihat hukum terlalu dini karena sudah menilai pasal-pasal tertentu tidak sesuai atau tidak terbukti.
“Dasarnya apa? Kan tidak bisa berasumsi sebelum dilakukan pemeriksaan. Alasan-alasan itu tidak berdasar. Maka dari itu, pemeriksaan pembuktian harus dilanjutkan,” terangnya.
Terkait dengan saksi yang akan dihadirkan, penuntut umum menjelaskan sebenarnya terdapat lebih dari 40 saksi dalam kasus ini. Namun, pihaknya akan memilih saksi-saksi yang dianggap berkualitas dan mendukung pembuktian, dengan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan masa penahanan.
“Untuk saksi, nanti menyesuaikan karena masa penahanan juga singkat, hanya 90 hari. Jadi kami hanya akan menghadirkan saksi-saksi yang relevan untuk pembuktian,” jelasnya.
Dalam sidang sebelumnya Senin (2/1/2025), penasihat hukum tersangka suap di Dinas PUPR Provini Kalsel, Andi dan Sugeng, menyampaikan adanya pasal dakwaan yang dinilai cacat formil.
Posko Simbolon mengatakan, bahwa unsur pasal 5 ayat 1 huruf b yang didakwakan kepada kliennya itu tidak sempurna.
“Seperti unsur niat jahat, persekongkolan dari awal seperti apa. Tindak pidana yang seperti apa dilakukan. Jadi hemat kami tidak tepat menerapkan pasal 5 itu,” katanya.
“Pada pokoknya kami keberatan dan menolak dakwaan tersebut. Karena menurut hemat kami cacat formil,” terangnya.
Sidang kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda putusan sela atas adanya pasal dakwaan yang dinilai cacat formil oleh penasihat hukum terdakwa.(satria/pk/KN)
Iklan Membantu kami untuk meningkatkan kualitas jurnalisme. matikan adsblock untuk mendukung kami
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Paham!