
Bukan hanya dirinya, kedua orang tua mereka pun tak ketinggalan melakukan hal serupa.
Hingga hampir dua pekan sepeninggalan Juwita, kedua orang tua mereka juga tak pernah absen mengunjungi makam putri sematawayangnya itu.
“Tiap pagi mama dan papa selalu berziarah, terkadang mereka berdua tiba-tiba menangis sendiri kalau berbicara tentang kakak sampai tak sanggup melihat foto-foto dan pakaian peninggalannya,” tuturnya.
Juwita sendiri merupakan jurnalis perempuan yang bekerja di media online untuk wilayah Banjarbaru dan Martapura.
Ia ditemukan terkapar di pinggir jalan di kawasan Gunung Kupang pada 22 Maret lalu dalam keadaan sudah tak bernyawa.
Setelah dilakukan pendalaman ternyata korban tewas bukan karena kecelakaan tunggal, melainkan diduga dihabisi oleh Jumran, seorang TNI AL yang bertugas di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Aksi solidaritas untuk Juwita terus mengalir, terutama dari organisasi pers dan mahasiswa Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjari tempat Juwita berkuliah yang mendesak hukuman berat bagi oknum yang telah menghabisi Juwita.
Hingga berita ini diterbitkan, belum terungkap hasil penyelidikan yang menjelaskan apa yang menjadi motif penghilangan nyawa korban.(z/KN)
Iklan Membantu kami untuk meningkatkan kualitas jurnalisme. matikan adsblock untuk mendukung kami
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Paham!